RadarURL

25 Mei 2008

Seks Bukan Ekspresi Cinta

Dari Seminar Seks Remaja di Stikom
SURABAYA - Banyak remaja masih malu-malu bicara seks. Mereka menganggap urusan seks adalah sesuatu yang tabu. Padahal, tanpa pengetahuan yang benar, mereka cenderung berperilaku menyimpang dalam berpacaran. Penyebabnya, mereka menganggap bahwa seks adalah satu-satunya jalan untuk mengekspresikan cinta.

Itulah yang terungkap dalam seks bertema Sex Below 20 Th di Kampus Stikom kemarin. Seminar yang diikuti sekitar 50 pelajar SMA itu menghadirkan nara sumber androlog dr Susanto Surya Atmadja SpAnd dan Joko Santoso, MPsi, psikolog dari RSU dr Soetomo.

Susanto mengungkapkan, gara-gara salah menafsirkan seks, para remaja cenderung berbuat pemerkosaan atas nama cinta (Panci). "Remaja itu punya luapan yang luar biasa. Kalau ada cewek yang tidak mau diajak berhubungan seks oleh cowoknya, diancam akan ditinggalkan," ucapnya. Saking cintanya, si cewek akhirnya pasrah. "Ini namanya menyalahgunakan seks. Ini bahaya," katanya. Menurutnya, persoalan ini muncul karena remaja menganggap seks adalah ekpresi cinta. Padahal, "Banyak ekspresi lain yang lebih positif," tambahnya.

Menurut Susanto, apabila pacaran sudah tidak sehat begitu, lebih baik berpisah. "Lebih sakit di awal dibandingkan sakit belakangan," ucapnya. Agar pacaran berjalan sehat, kedua orang tua juga harus saling mengetahui. "Kenalkan mereka kepada orang tua," tambahnya.

Data yang dihimpun organisasi Sebaya tahun 2000, kata Susanto, cukup membuat geleng-geleng kepala. Betapa tidak, sebanyak 28,6 persen dari 300 remaja pernah melakukan seks pra nikah. Bisa jadi, penyebabnya adalah munculnya tekanan tadi. Bukan hanya itu, survei WHO menyebutkan setiap tahun, 2 juta orang Indonesia melalukan aborsi.

Kesalahan mengekspresikan cinta itu juga disebabkan para remaja tidak mengenal lebih dalam tentang seks. Mereka umumnya mengetahui seks tidak secara positif. Pengetahuan itu justru didapat dari internet.

Selain salah kaprah dalam menafsirkan seks, para remaja juga lambat mengidentifikasi seks. "Mereka tidak tahu bagaimana keputihan itu. Padahal, akibatnya bisa terjadi kemandulan," katanya.

Karena itu, Susanto mengusulkan adanya formalisasi pendidikan seks untuk remaja. "Sudah sejak lama saya bilang ini ke Depkes, namun hingga kini tidak ada tanggapan," jelasnya.

Sementara Joko Santoso mengatakan, sebenarnya pendidikan seks itu sudah dikenal lingkungan sejak awal. Namun, memang tidak terformulasikan secara jelas. Misalnya, imbauan orang tua terhadap anak perempuan agar memperhatikan cara duduk yang baik. "Anak perempuan jangan duduk pethothokan," katanya. (git/nw)
sumber : jawapos

Tidak ada komentar: